Maluku Miliki Masalah Serius Penyediaan Perumahan Layak
https://www.malukuchannelonline.com/2017/03/maluku-miliki-masalah-serius-penyediaan.html
Ambon, Maluku Channel.com - Wakil Gubernur Maluku, Zeth Sahuburua menyatakan, daerah ini masih memiliki masalah serius terkait penyediaan perumahan dan kawasan yang layak sebagai salah satu urusan wajib pelayanan dasar diamanatkan dalam konstitusi.
"Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), sebanyak 27,4 persen penduduk Maluku tidak memiliki rumah yang layak untuk dihuni," katanya saat membuka Raker SKPD Perumahan dan Kawasan Permukiman tahun anggaran 2017, di Ambon, Selasa (7/3/2017).
Menurutnya, rumah merupakan bagian paling esensial dari kehidupan setiap keluarga dan secara naluriah seorang kepala keluarga akan berupaya sekuat tenaga mencari dan mendapatkan sebuah rumah untuk ditempati istri dan anak-anaknya.
"Tentu saja semua orang berkeinginan rumah yang ingin ditempati adalah memenuhi syarat-syarat kelayakan, tetapi kenyataannya masih banyak yang belum layak huni," ujarnya.
Merujuk data BPS yang merupakan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2015 tercatat perumahan di Maluku yang beratap senk sebanyak 82,50 persen, rumah berdinding tembok 74,56 persen dan berlantai semen 47,92 persen.
Menurutnya, saat ini perlu dipikirkan strategi percepatan pembangunan yang perlu dilakukan untuk mengatasi prosentase data perumahan yang dikeluarkan BPS tersebut dalam waktu relatif singkat.
"Masalah ini harus menjadi catatan kritis dalam Raker ini, mengingat kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan negara dan masyarakat selaku pimpinan daerah ini bersama Guberur, Said Assagaff untuk memperhatikan masalah kesejahteraan terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat," katanya.
Masalah tersebut, lanjutnya, perlu dijawab dengan kerja keras, bergerak cepat dan bertindak tepat sesuai dengan trilogi bidang pekerjaan umum (PU) dengan disertai dedikasi, loyalitas dan akuntabilitas yang tinggi.
Karena itu, penyiapan infrastruktur kawasan permukiman harus direkayasa sedemikian rupa sehingga mampu membangkitkan minat masyarakat untuk mewujudkan pembangunan perumahan secara swadaya, termasuk pihak pengembang dalam rangka percepatan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman di Maluku.
Menyinggung tentang UU No. 23 tahun 2014 tentang kewenangan penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah merupakan kewenangan Pemerintah Pusat, Wagub menjelaskan, hal itu berbanding terbalik, mengingat realitas di lapangan memperlihatkan bahwa Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) justru berada di daerah.
"Strateginya adalah bagaimana masing-masing daerah memperjuangkan sebanyak mungkin alokasi anggaran dan formasi pendanaan untuk pembangunan atau penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Ini yang mesti digenjot secara khusus," tandasnya.
Wagub berharap Raker forum SKPD forum Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat menghasilkan program prioritas dan rencana kerja tahun anggaran 2018 yang sesuai dengan karakteristik Maluku yang berbasis gugus pulau, guna diusulkan pada Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) tingkat Provinsi maupun Nasional.
"Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), sebanyak 27,4 persen penduduk Maluku tidak memiliki rumah yang layak untuk dihuni," katanya saat membuka Raker SKPD Perumahan dan Kawasan Permukiman tahun anggaran 2017, di Ambon, Selasa (7/3/2017).
Menurutnya, rumah merupakan bagian paling esensial dari kehidupan setiap keluarga dan secara naluriah seorang kepala keluarga akan berupaya sekuat tenaga mencari dan mendapatkan sebuah rumah untuk ditempati istri dan anak-anaknya.
"Tentu saja semua orang berkeinginan rumah yang ingin ditempati adalah memenuhi syarat-syarat kelayakan, tetapi kenyataannya masih banyak yang belum layak huni," ujarnya.
Merujuk data BPS yang merupakan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2015 tercatat perumahan di Maluku yang beratap senk sebanyak 82,50 persen, rumah berdinding tembok 74,56 persen dan berlantai semen 47,92 persen.
Menurutnya, saat ini perlu dipikirkan strategi percepatan pembangunan yang perlu dilakukan untuk mengatasi prosentase data perumahan yang dikeluarkan BPS tersebut dalam waktu relatif singkat.
"Masalah ini harus menjadi catatan kritis dalam Raker ini, mengingat kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan negara dan masyarakat selaku pimpinan daerah ini bersama Guberur, Said Assagaff untuk memperhatikan masalah kesejahteraan terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat," katanya.
Masalah tersebut, lanjutnya, perlu dijawab dengan kerja keras, bergerak cepat dan bertindak tepat sesuai dengan trilogi bidang pekerjaan umum (PU) dengan disertai dedikasi, loyalitas dan akuntabilitas yang tinggi.
Karena itu, penyiapan infrastruktur kawasan permukiman harus direkayasa sedemikian rupa sehingga mampu membangkitkan minat masyarakat untuk mewujudkan pembangunan perumahan secara swadaya, termasuk pihak pengembang dalam rangka percepatan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman di Maluku.
Menyinggung tentang UU No. 23 tahun 2014 tentang kewenangan penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah merupakan kewenangan Pemerintah Pusat, Wagub menjelaskan, hal itu berbanding terbalik, mengingat realitas di lapangan memperlihatkan bahwa Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) justru berada di daerah.
"Strateginya adalah bagaimana masing-masing daerah memperjuangkan sebanyak mungkin alokasi anggaran dan formasi pendanaan untuk pembangunan atau penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Ini yang mesti digenjot secara khusus," tandasnya.
Wagub berharap Raker forum SKPD forum Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat menghasilkan program prioritas dan rencana kerja tahun anggaran 2018 yang sesuai dengan karakteristik Maluku yang berbasis gugus pulau, guna diusulkan pada Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) tingkat Provinsi maupun Nasional.