Panitia SMA Tayando Siapkan Bukti Perkuat Langkah PK
https://www.malukuchannelonline.com/2017/07/panitia-sma-tayando-siapkan-bukti.html
Ambon, Maluku Channel.com - Majelis Hakim di Tingkat Mahkamah Agung (MA) RI akhirnya mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Aziz Fidmatan, S.Sos dan Drs. Saifuddin Nuhuyanan yang tergabung dalam Panitia Pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMA Tayando, Kota Tual pada kasus dugaan korupsi pembangunan fasilitas pendidikan tersebut.
Majelis Hakim dalam putusannya nomor 447 K/Pid. Sus/2017 mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan pemohon atas nama Aziz Fidmatan serta membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Tinggi Ambon Nomor 21/Pid.Sus-TPK/2016/PT Amb tertanggal 3 November 2016.
Hal yang sama juga berlaku untuk Saifuddin Nuhuyanan namun dengan nomor putusan yang berbeda.
Sebelumnya, pada tingkat banding yang diajukan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tual di PT. Ambon, Majelis Hakim di tingkat tersebut menaikan vonis Fidmatan dan Nuhuyanan menjadi 4 tahun.
Vonis tersebut bertambah 2 tahun dari putusan Pengadilan Tipikor pada PN Ambon selama 2 tahun.
Meski mengapresiasi kasasi dirinya dan Nuhuyanan dikabulkan Majelis Hakim MA RI, Fidmatan tetap akan melakukan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali atas kasus yang membelitnya.
Pasalnya, Majelis Hakim MA RI hanya membatalkan putusan banding PT Ambon sementara putusan Pengadilan Tipikor pada PN Ambon tidak dibatalkan.
“Kami menghormati dan mengapresiasinya tapi belumlah menjadi akhir dari sebuah proses hukum. Kami akan menggunakan hak konstitusional sebagai WNI melalui upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK, red) untuk menguji benar atau tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang di tuduhkan. Bapak atau ibu jaksa maupun hakim hanyalah manusia biasa, bisa salah atau keliru, tetapi yang benar satu-satunya adalah pengadilan Tuhan Yang Maha Kuasa, itulah keadilan yang sesungguhnya,” ungkapnya saat dikonfirmasi media ini, di Lapas Nania, baru-baru ini.
Fidmatan menegaskan jika dirinya akan menggunakan semua upaya hukum demi mencari keadilan dan mengungkap fakta kebenaran yang sesungguhnya terkait dugaan korupsi yang dituduhkan kepada dirinya dan kedua rekannya yang tergabung dalam Panitia Pembangunan USB SMA Tayando, Kota Tual.
Dalam hal ini, mulai dari upaya kasasi, PK hingga permohonan Grasi ke Presiden RI selaku pemimpin tertinggi di negara ini.
Fidmatan menegaskan pula bahwa semua upaya hukum akan dimanfaatkan Panitia SMA Tayando.
“Dan mulai dari kasasi kita sama-sama sudah melihat hasilnya dimana Majelis Hakim MA membatalkan putusan banding PT. Ambon karena terbukti vonisnya Howe. Dan sekarang kami sedang mempersiapkan bukti-bukti baru terkait upaya PK yang akan kami ajukan untuk membatalkan Vonis Hakim di tingkat PN Ambon,” tegasnya.
Fidmatan pun mengaku punya alasan yang kuat untuk melakukan itu.
“Kenapa saya dan teman-teman akan ambil semua upaya ini? Karena kami panitia pembangunan tidak pernah makan uang negara ini tapi sebaliknya kami yang kasih uang untuk negara ini,” cetusnya dengan lantang.
Fidmatan kemudian membeberkan apa yang sebenarnya tersimpan selama ini dan belum pernah diungkap ke publik.
Awalnya, Pemerintah Provinsi Maluku menganggarkan dana senilai Rp 1.240.000.000,- yang dialokasikan untuk pembangunan 1 USB SMA Tayando yang berasal dari Dana Dekonsentrasi Dinas Pendidikan Provinsi Maluku.
Dengan rincian dana konstruksi sebesar Rp 910 juta dari Dana Dekonsentrasi Dinas P dan P Maluku ditambah Dana Sharing dari Pemkot Tual sebesar 25 persen dari total dana proyek sebesar Rp. 310 juta.
Dalam surat dari Dinas P dan P Provinsi Maluku bernomor. 25.11/033/08 tertanggal 12 0ktober 2008 merincikan anggaran berupa dana konstruksi sebesar Rp 910 juta yang dialokasikan untuk pembangunan 3 RKB, 1 kantor, 1 perpustakaan, 1 laboratorium, 1 WC siswa dan 1 WC guru.
Kemudian biaya perencanaan pengawasan (Rp 90 juta), meubelir (Rp 140 juta) sebanyak sepaket, Buku teks (Rp 50 juta) sebanyak 1 paket dan alat IPA sebesar Rp 50 juta juga sepaket.
Selain itu, Dana sharing 25 persen sebesar Rp 310 juta dari Pemkot Tual sesuai kesepakatan dengan pihak Dinas P dan P Maluku.
Menindaklanjuti surat dari Dinas P dan P Maluku, Pemkot Tual kemudian mengeluarkan SK dengan nomor 421.3/51C/28/2008 tertanggal 15 Oktober 2008 memerintahkan pembentukan panitia pembangunan USB SMA Tayando Kota Tual.
SK ditandatangani di Kota Tual oleh Wakil Wali Tual, Adam Rahayaan, S.Ag.
Setelah pembentukan panitia yang terdiri Kepala Dinas Pendidikan Kota Tual, Saifuddin Nuhuyanan selaku Penanggung Jawab, Akib Hanubun selaku Ketua panitia pembangunan dan Aziz Fidmatan selaku bendahara panitia, pekerjaan kemudian mulai dilaksanakan sejak November 2008 hingga September 2009.
Namun sesudah itu, pembangunan terhenti dengan sisa pekerjaan berupa pemasangan keramik di semua ruangan, walaupun keramiknya sudah disiapkan oleh panitia di lokasi pembangunan sebanyak 385 dos. Selain itu juga, pada beberapa bagian lainnya.
Dari sinilah, tegas Fidmatan, publik harus mengetahui kenapa pekerjaan pembangunan USB SMA Tayando terhenti? Karena panitia bekerja berdasarkan anggaran yang ada sebesar Rp. 910 juta.
“Supaya publik tahu jelas bahwa sampai hari ini, saya Aziz Fidmatan bicara, Pemerintah Kota Tual tidak pernah mencairkan dana sharing sebesar Rp 310 juta yang disepakati sebelumnya untuk mencukupi dana total Rp 1.24 miliar. Makanya kami berhenti bekerja karena uang tersebut tidak pernah cair sampai kami dipenjara,” bebernya.
Lanjutnya, pada Desember 2009, Panitia melaporkan lisan ke Wali Kota Tual yang saat itu di jabat Drs. MM Tamher.
Atas laporan tersebut, Wali Kota Tual kemudian memerintahkan salah satu kontraktor/pengusaha Kota Tual atas nama Haji Arfah bin Taher untuk melakukan pemasangan keramik di seluruh ruangan hingga selesai.
Dan pada akhir Januari 2010, sekolah sudah digunakan untuk proses belajar mengajar.
“Jadi, perlu saya tegaskan sekali lagi kepada masyarakat Kota Tual bahwa panitia berhenti bekerja karena uang sebesar Rp 910 Juta sudah habis , sementara Pemerintah Kota Tual tidak pernah mencairkan dana sharing sebesar Rp 310 juta sampai hari ini saya dan teman-teman dipenjara,” kembali bebernya.
Dengan dasar ini, Fidmatan kemudian melontarkan pertanyaan kepada publik apakah panitia pembangunan 1 USB SMA Tayando Kota Tual melakukan korupsi atau tidak.
“Panitia juga sudah mengajukan RAB Dana Sharing pada 6 November 2008, secara resmi ke Wali Kota Tual untuk memohon pencairan dana sharing sebesar Rp 310 juta,” lanjutnya.
Tapi permohonan tersebut di tolak Wali Kota dengan alasan Kota Tual masih menggunakan APBD Mini karena baru proses pemekaran dari Kabupaten Maluku Tenggara.
Panitia kemudian kembali mengajukan permohonan kedua pada tanggal 13 Desember 2008 ke Wali Kota Tual namun tidak juga mendapat jawaban.
“Komunikasi juga dilakukan secara lisan antara penanggung jawab panitia saudara Saifuddin Nuhuyanan dengan Wali Kota Tual MM. Tamher namun hasilnya tetap nihil,” ujar Fidmatan.
Karena itu, Mantan Kadis Perhubungan Kota Tual ini kembali menegaskan bahwa Panitia Pembangunan USB SMA Tayando Kota Tual tidak pernah korupsi uang pembangunan.
“Bagaimana kami dibilang korupsi sementara kami bekerja dengan kekurangan uang. Pemerintah Kota Tual sampai detik ini tidak pernah mencairkan Dana Sharing 25 persen sampai saat saya bicara ini.
Makanya kami akan terus berjuang menuntut keadilan. Kejahatan apa yang sudah kami lakukan di atas tanah ini sehingga kami harus mengalami ketidakadilan seperti ini,” sesalnya.
Ironisnya, pada 2015, pihak Kejaksaan Negeri Tual malah melakukan proses hukum kepada panitia pembangunan USB SMA Tayando atas laporan pengaduan masyarakat yang hingga saat ini tidak diketahui sumbernya dari mana.
“Bahkan kami didakwa melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 319 juta sesuai perhitungan pihak Kejari Tual. Mana mungkin, hasil audit kerugian negara oleh BPK atau BPKP juga tak pernah bisa ditunjukkan,” sesalnya tak habis pikir.
Yang lebih menyesakkan lagi, panitia kemudian bersepakat secara bersama-sama mengeluarkan uang pribadi dengan total Rp 125 juta untuk menyelesaikan sisa pekerjaan yang diminta pihak Kejari Tual dalam hal ini Ahmad Fatoni selaku pimpinan dan Kasie Pidsus Martheys Rahanra yang sempat melakukan monitoring ke lokasi pekerjaan.
Meski begitu jajaran Kejari Tual tetap tak bergeming karena sejak 23 April 2015, Penanggung jawab panitia Saifuddin Nuhuyanan , Bendahara Aziz Fidmatan dan Konsultan Perencanaan dan pengawasan Martinus J Souhoka ditetapkan sebagai tersangka.
Belum lagi aksi pemerasan ratusan juta rupiah dilakukan oleh Kepala Kejari Tual saat itu, Ahmad Fatoni, dan sejumlah bawahannya kepada Penanggung Jawab Panitia, Saifudin Nuhuyanan dengan sejumlah bukti transfer.
Penetapan ini juga, atas perintah Kepala Kejari Tual, Bambang Marwoto yang saat itu menggantikan Ahmad Fatoni. Sementara sejak 2 Desember 2013, Ketua Panitia Akib Hanubun telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.
Dan menyusul penahanan keempat tersangka pada Januari, Februari dan Maret 2016 di Rutan Kelas IIA Waiheru Ambon hingga proses sidang dan vonis di Pengadilan Tipikor pada PN Ambon.
“Makanya sebagaimana vonis Majelis Hakim di tingkat banding PT Ambon yang jelas-jelas Hoax, hal yang sama juga berlaku atas vonis Majelis Hakim di tingkat PN Ambon. Semua hanya rekayasa karena didasari bukti-bukti palsu dan penuh dengan rekayasa,” kecamnya.
Terkait indikasi bukti-bukti palsu atau rekayasa tersebut, Panitia SMA Tayando telah melaporkan ke sejumlah institusi seperti Komisi Kejaksaan RI, Komisi Yudisial RI, Komnas HAM RI, Komisi III DPR RI, Jamwas Kejagung RI, Dewan Pengawas MA hingga Sekretariat Negara RI dan telah ditindaklanjuti.
Begitu pula dengan beberapa bukti baru yang akan diajukan melengkapi berkas PK nanti.
Terpisah, salah satu pemerhati hukum di Maluku yang meminta namanya tidak dipublikasikan mengaku heran dengan kasus yang membelit Panitia Pembangunan USB SMA Tayando.
“Jaksa yang paling goblok sekalipun kalau disuruh memproses kasus ini, dia akan menolak untuk memprosesnya. Karena dia akan bertanya apanya yang mau di proses, sementara panitia bekerja kekurangan uang,” heran sumber yang dimintai tanggapannya, Selasa (4/7/2017).
Dirinya menilai pimpinan Kejari Tual dan jajarannya telah semena-mena melanggar hak asasi manusia dari mereka yang tergabung dalam tim panitia tersebut. Dan sengaja memaksakan kasus ini dinaikkan ke proses peradilan karena modus pemerasan yang dilakukan para penegak hukum setempat.
“Ini sudah keterlaluan, kejahatan yang dilakukan sangat terstruktur dan sistematis karena dilakukan menggunakan kewenangan jabatan. Bahkan dalam data yang saya terima ada beberapa bukti transfer rekening sejumlah uang dari penanggung jawab panitia saudara Syaifuddin Nuhuyanan ke rekening istri dari mantan Kasie Intel Kejari Tual. Apa hubungannya saudara Nuhuyanan dan istri Kasie Intel tadi. Ini apa, kalau bukan pemerasan namanya,” bebernya.
Sumber pun mengaku dalam sejarah Indonesia baru ada proyek yang dikerjakan bersumber dari 3 dana yaitu dana APBN, dana Sharing dan dana pribadi meski dana Sharing tak pernah cair.
Karena itu, atas nama keadilan dan kebenaran, sumber meminta dengan tegas Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia yang nantinya akan menangani upaya hukum PK dari panitia USB SMA Tayando Kota Tual untuk tidak menutup mata hati dan nurani akan keadaan yang kini harus dijalani mereka di dalam penjara.
“Mereka harus dibebaskan dari penjara dan kembali menjalani hidup normal bersama keluarga mereka. Dan sebaliknya para oknum penegak hukum yang tak bermoral ini di proses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di negara ini,” desaknya.
Sumber juga meminta perhatian Presiden RI Joko Widodo untuk masalah ini.
“Mereka membangun di pulau terluar bahkan menggunakan uang pribadi sebagaimana yang menjadi ekspetasi Bapak Presiden untuk membangun wilayah terluar tapi harus mengalami nasib seperti ini. Saya kira buktinya sudah cukup jelas dan tinggal hati nurani masing-masing lembaga untuk memutuskannya,” tukasnya. (MC-G)
Majelis Hakim dalam putusannya nomor 447 K/Pid. Sus/2017 mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan pemohon atas nama Aziz Fidmatan serta membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Tinggi Ambon Nomor 21/Pid.Sus-TPK/2016/PT Amb tertanggal 3 November 2016.
Hal yang sama juga berlaku untuk Saifuddin Nuhuyanan namun dengan nomor putusan yang berbeda.
Sebelumnya, pada tingkat banding yang diajukan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tual di PT. Ambon, Majelis Hakim di tingkat tersebut menaikan vonis Fidmatan dan Nuhuyanan menjadi 4 tahun.
Vonis tersebut bertambah 2 tahun dari putusan Pengadilan Tipikor pada PN Ambon selama 2 tahun.
Meski mengapresiasi kasasi dirinya dan Nuhuyanan dikabulkan Majelis Hakim MA RI, Fidmatan tetap akan melakukan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali atas kasus yang membelitnya.
Pasalnya, Majelis Hakim MA RI hanya membatalkan putusan banding PT Ambon sementara putusan Pengadilan Tipikor pada PN Ambon tidak dibatalkan.
“Kami menghormati dan mengapresiasinya tapi belumlah menjadi akhir dari sebuah proses hukum. Kami akan menggunakan hak konstitusional sebagai WNI melalui upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK, red) untuk menguji benar atau tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang di tuduhkan. Bapak atau ibu jaksa maupun hakim hanyalah manusia biasa, bisa salah atau keliru, tetapi yang benar satu-satunya adalah pengadilan Tuhan Yang Maha Kuasa, itulah keadilan yang sesungguhnya,” ungkapnya saat dikonfirmasi media ini, di Lapas Nania, baru-baru ini.
Fidmatan menegaskan jika dirinya akan menggunakan semua upaya hukum demi mencari keadilan dan mengungkap fakta kebenaran yang sesungguhnya terkait dugaan korupsi yang dituduhkan kepada dirinya dan kedua rekannya yang tergabung dalam Panitia Pembangunan USB SMA Tayando, Kota Tual.
Dalam hal ini, mulai dari upaya kasasi, PK hingga permohonan Grasi ke Presiden RI selaku pemimpin tertinggi di negara ini.
Fidmatan menegaskan pula bahwa semua upaya hukum akan dimanfaatkan Panitia SMA Tayando.
“Dan mulai dari kasasi kita sama-sama sudah melihat hasilnya dimana Majelis Hakim MA membatalkan putusan banding PT. Ambon karena terbukti vonisnya Howe. Dan sekarang kami sedang mempersiapkan bukti-bukti baru terkait upaya PK yang akan kami ajukan untuk membatalkan Vonis Hakim di tingkat PN Ambon,” tegasnya.
Fidmatan pun mengaku punya alasan yang kuat untuk melakukan itu.
“Kenapa saya dan teman-teman akan ambil semua upaya ini? Karena kami panitia pembangunan tidak pernah makan uang negara ini tapi sebaliknya kami yang kasih uang untuk negara ini,” cetusnya dengan lantang.
Fidmatan kemudian membeberkan apa yang sebenarnya tersimpan selama ini dan belum pernah diungkap ke publik.
Awalnya, Pemerintah Provinsi Maluku menganggarkan dana senilai Rp 1.240.000.000,- yang dialokasikan untuk pembangunan 1 USB SMA Tayando yang berasal dari Dana Dekonsentrasi Dinas Pendidikan Provinsi Maluku.
Dengan rincian dana konstruksi sebesar Rp 910 juta dari Dana Dekonsentrasi Dinas P dan P Maluku ditambah Dana Sharing dari Pemkot Tual sebesar 25 persen dari total dana proyek sebesar Rp. 310 juta.
Dalam surat dari Dinas P dan P Provinsi Maluku bernomor. 25.11/033/08 tertanggal 12 0ktober 2008 merincikan anggaran berupa dana konstruksi sebesar Rp 910 juta yang dialokasikan untuk pembangunan 3 RKB, 1 kantor, 1 perpustakaan, 1 laboratorium, 1 WC siswa dan 1 WC guru.
Kemudian biaya perencanaan pengawasan (Rp 90 juta), meubelir (Rp 140 juta) sebanyak sepaket, Buku teks (Rp 50 juta) sebanyak 1 paket dan alat IPA sebesar Rp 50 juta juga sepaket.
Selain itu, Dana sharing 25 persen sebesar Rp 310 juta dari Pemkot Tual sesuai kesepakatan dengan pihak Dinas P dan P Maluku.
Menindaklanjuti surat dari Dinas P dan P Maluku, Pemkot Tual kemudian mengeluarkan SK dengan nomor 421.3/51C/28/2008 tertanggal 15 Oktober 2008 memerintahkan pembentukan panitia pembangunan USB SMA Tayando Kota Tual.
SK ditandatangani di Kota Tual oleh Wakil Wali Tual, Adam Rahayaan, S.Ag.
Setelah pembentukan panitia yang terdiri Kepala Dinas Pendidikan Kota Tual, Saifuddin Nuhuyanan selaku Penanggung Jawab, Akib Hanubun selaku Ketua panitia pembangunan dan Aziz Fidmatan selaku bendahara panitia, pekerjaan kemudian mulai dilaksanakan sejak November 2008 hingga September 2009.
Namun sesudah itu, pembangunan terhenti dengan sisa pekerjaan berupa pemasangan keramik di semua ruangan, walaupun keramiknya sudah disiapkan oleh panitia di lokasi pembangunan sebanyak 385 dos. Selain itu juga, pada beberapa bagian lainnya.
Dari sinilah, tegas Fidmatan, publik harus mengetahui kenapa pekerjaan pembangunan USB SMA Tayando terhenti? Karena panitia bekerja berdasarkan anggaran yang ada sebesar Rp. 910 juta.
“Supaya publik tahu jelas bahwa sampai hari ini, saya Aziz Fidmatan bicara, Pemerintah Kota Tual tidak pernah mencairkan dana sharing sebesar Rp 310 juta yang disepakati sebelumnya untuk mencukupi dana total Rp 1.24 miliar. Makanya kami berhenti bekerja karena uang tersebut tidak pernah cair sampai kami dipenjara,” bebernya.
Lanjutnya, pada Desember 2009, Panitia melaporkan lisan ke Wali Kota Tual yang saat itu di jabat Drs. MM Tamher.
Atas laporan tersebut, Wali Kota Tual kemudian memerintahkan salah satu kontraktor/pengusaha Kota Tual atas nama Haji Arfah bin Taher untuk melakukan pemasangan keramik di seluruh ruangan hingga selesai.
Dan pada akhir Januari 2010, sekolah sudah digunakan untuk proses belajar mengajar.
“Jadi, perlu saya tegaskan sekali lagi kepada masyarakat Kota Tual bahwa panitia berhenti bekerja karena uang sebesar Rp 910 Juta sudah habis , sementara Pemerintah Kota Tual tidak pernah mencairkan dana sharing sebesar Rp 310 juta sampai hari ini saya dan teman-teman dipenjara,” kembali bebernya.
Dengan dasar ini, Fidmatan kemudian melontarkan pertanyaan kepada publik apakah panitia pembangunan 1 USB SMA Tayando Kota Tual melakukan korupsi atau tidak.
“Panitia juga sudah mengajukan RAB Dana Sharing pada 6 November 2008, secara resmi ke Wali Kota Tual untuk memohon pencairan dana sharing sebesar Rp 310 juta,” lanjutnya.
Tapi permohonan tersebut di tolak Wali Kota dengan alasan Kota Tual masih menggunakan APBD Mini karena baru proses pemekaran dari Kabupaten Maluku Tenggara.
Panitia kemudian kembali mengajukan permohonan kedua pada tanggal 13 Desember 2008 ke Wali Kota Tual namun tidak juga mendapat jawaban.
“Komunikasi juga dilakukan secara lisan antara penanggung jawab panitia saudara Saifuddin Nuhuyanan dengan Wali Kota Tual MM. Tamher namun hasilnya tetap nihil,” ujar Fidmatan.
Karena itu, Mantan Kadis Perhubungan Kota Tual ini kembali menegaskan bahwa Panitia Pembangunan USB SMA Tayando Kota Tual tidak pernah korupsi uang pembangunan.
“Bagaimana kami dibilang korupsi sementara kami bekerja dengan kekurangan uang. Pemerintah Kota Tual sampai detik ini tidak pernah mencairkan Dana Sharing 25 persen sampai saat saya bicara ini.
Makanya kami akan terus berjuang menuntut keadilan. Kejahatan apa yang sudah kami lakukan di atas tanah ini sehingga kami harus mengalami ketidakadilan seperti ini,” sesalnya.
Ironisnya, pada 2015, pihak Kejaksaan Negeri Tual malah melakukan proses hukum kepada panitia pembangunan USB SMA Tayando atas laporan pengaduan masyarakat yang hingga saat ini tidak diketahui sumbernya dari mana.
“Bahkan kami didakwa melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 319 juta sesuai perhitungan pihak Kejari Tual. Mana mungkin, hasil audit kerugian negara oleh BPK atau BPKP juga tak pernah bisa ditunjukkan,” sesalnya tak habis pikir.
Yang lebih menyesakkan lagi, panitia kemudian bersepakat secara bersama-sama mengeluarkan uang pribadi dengan total Rp 125 juta untuk menyelesaikan sisa pekerjaan yang diminta pihak Kejari Tual dalam hal ini Ahmad Fatoni selaku pimpinan dan Kasie Pidsus Martheys Rahanra yang sempat melakukan monitoring ke lokasi pekerjaan.
Meski begitu jajaran Kejari Tual tetap tak bergeming karena sejak 23 April 2015, Penanggung jawab panitia Saifuddin Nuhuyanan , Bendahara Aziz Fidmatan dan Konsultan Perencanaan dan pengawasan Martinus J Souhoka ditetapkan sebagai tersangka.
Belum lagi aksi pemerasan ratusan juta rupiah dilakukan oleh Kepala Kejari Tual saat itu, Ahmad Fatoni, dan sejumlah bawahannya kepada Penanggung Jawab Panitia, Saifudin Nuhuyanan dengan sejumlah bukti transfer.
Penetapan ini juga, atas perintah Kepala Kejari Tual, Bambang Marwoto yang saat itu menggantikan Ahmad Fatoni. Sementara sejak 2 Desember 2013, Ketua Panitia Akib Hanubun telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.
Dan menyusul penahanan keempat tersangka pada Januari, Februari dan Maret 2016 di Rutan Kelas IIA Waiheru Ambon hingga proses sidang dan vonis di Pengadilan Tipikor pada PN Ambon.
“Makanya sebagaimana vonis Majelis Hakim di tingkat banding PT Ambon yang jelas-jelas Hoax, hal yang sama juga berlaku atas vonis Majelis Hakim di tingkat PN Ambon. Semua hanya rekayasa karena didasari bukti-bukti palsu dan penuh dengan rekayasa,” kecamnya.
Terkait indikasi bukti-bukti palsu atau rekayasa tersebut, Panitia SMA Tayando telah melaporkan ke sejumlah institusi seperti Komisi Kejaksaan RI, Komisi Yudisial RI, Komnas HAM RI, Komisi III DPR RI, Jamwas Kejagung RI, Dewan Pengawas MA hingga Sekretariat Negara RI dan telah ditindaklanjuti.
Begitu pula dengan beberapa bukti baru yang akan diajukan melengkapi berkas PK nanti.
Terpisah, salah satu pemerhati hukum di Maluku yang meminta namanya tidak dipublikasikan mengaku heran dengan kasus yang membelit Panitia Pembangunan USB SMA Tayando.
“Jaksa yang paling goblok sekalipun kalau disuruh memproses kasus ini, dia akan menolak untuk memprosesnya. Karena dia akan bertanya apanya yang mau di proses, sementara panitia bekerja kekurangan uang,” heran sumber yang dimintai tanggapannya, Selasa (4/7/2017).
Dirinya menilai pimpinan Kejari Tual dan jajarannya telah semena-mena melanggar hak asasi manusia dari mereka yang tergabung dalam tim panitia tersebut. Dan sengaja memaksakan kasus ini dinaikkan ke proses peradilan karena modus pemerasan yang dilakukan para penegak hukum setempat.
“Ini sudah keterlaluan, kejahatan yang dilakukan sangat terstruktur dan sistematis karena dilakukan menggunakan kewenangan jabatan. Bahkan dalam data yang saya terima ada beberapa bukti transfer rekening sejumlah uang dari penanggung jawab panitia saudara Syaifuddin Nuhuyanan ke rekening istri dari mantan Kasie Intel Kejari Tual. Apa hubungannya saudara Nuhuyanan dan istri Kasie Intel tadi. Ini apa, kalau bukan pemerasan namanya,” bebernya.
Sumber pun mengaku dalam sejarah Indonesia baru ada proyek yang dikerjakan bersumber dari 3 dana yaitu dana APBN, dana Sharing dan dana pribadi meski dana Sharing tak pernah cair.
Karena itu, atas nama keadilan dan kebenaran, sumber meminta dengan tegas Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia yang nantinya akan menangani upaya hukum PK dari panitia USB SMA Tayando Kota Tual untuk tidak menutup mata hati dan nurani akan keadaan yang kini harus dijalani mereka di dalam penjara.
“Mereka harus dibebaskan dari penjara dan kembali menjalani hidup normal bersama keluarga mereka. Dan sebaliknya para oknum penegak hukum yang tak bermoral ini di proses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di negara ini,” desaknya.
Sumber juga meminta perhatian Presiden RI Joko Widodo untuk masalah ini.
“Mereka membangun di pulau terluar bahkan menggunakan uang pribadi sebagaimana yang menjadi ekspetasi Bapak Presiden untuk membangun wilayah terluar tapi harus mengalami nasib seperti ini. Saya kira buktinya sudah cukup jelas dan tinggal hati nurani masing-masing lembaga untuk memutuskannya,” tukasnya. (MC-G)