HPN Gelar Konvensi Nasional Media Bahas Indusri Pers Teknologi Digital
https://www.malukuchannelonline.com/2017/02/hpn-gelar-konvensi-nasional-media-bahas.html
Ambon, Maluku Channel.com Konvensi Nasional Media yang digelar untuk memeriahkan Hari Pers Nasional (HPN) ke-69 di Ambon, Maluku, Rabu (8/2/2017), membahas tren industri pers dalam era teknologi digital sebagai pasar untuk menarik pembaca.
Pembahasan tersebut dibagi dalam tiga sesi diskusi, yakni "Integritas Media Nasional dalam Lanskap Komunikasi Global: Peluang dan Tantangan", yang menghadirkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, CEO MNC Grup Hary Tanoesoedibjo, Pendiri Detik.Com Budiono Darsono dan CEO Baidu Digital Indonesia Bao Jianlei.
"Sedangkan sesi ketiga mengangkat tema "Hoax, Fake News dan Blokir" menghadirkan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar, anggota DPR Meutya Hafid, wartawan Arswendo Atmowiloto dan pegiat sosial media Nukman Luthfie sebagai narasumber.
Kemudian, "Demokrasi Digital, Nilai Kewargaan dan Ketahanan Budaya" dengan pembicara Menko Kemaritiman Luhut B Panjaitan, sutradara Garin Nugroho, akademisi Yudi Latif dan seniman Sudjiwo Tedjo.
Menkominfo Rudiantara mengatakan, dewasa ini teknologi digital terus berkembang dari waktu ke waktu, seiring meningkatnya kebutuhan, permintaan pasar dan masyarakat.
Sedikitnya 400 orang yang berasal dari berbagai kalangan, seperti pers, masyarakat sipil, instansi pemerintah dan beberapa duta besar negara sahabat turut hadir dalam kesempatan tersebut.
"Berbagai aplikasi dan digital multimedia dengan mengandalkan sistem jaringan internet untuk mengakses berbagai informasi pun semakin banyak tersedia.
Teknologi berkembang terus-menerus, ia juga memberikan efisiensi waktu. Preferensi pasar kita melihat dari sisi marketing, yaitu kebutuhan dan daya beli," katanya.
Indonesia dalam demografinya, generasi masa kini lebih terbiasa membaca berita yang disediakan dalam bentuk 'online'.
"Dengan tuntutan target pasar, kata Rudiantara, pers di Indonesia pun semakin banyak yang menggunakan sistem digital atau "online" untuk mempublikasikan pemberitaan mereka. Hal itu tentu juga berpengaruh terhadap media massa yang masih menggunakan sistem cetak.
Pertanyaannya, profesionalisme pers harus kemana? Apakah melihat dari sisi medium atau bagaimana? Untuk hal ini jangan membawa-bawa pemerintah untuk masalah konten berita, Undang-Undang Pers tetap dibiarkan seperti itu," katanya. (MC)
Pembahasan tersebut dibagi dalam tiga sesi diskusi, yakni "Integritas Media Nasional dalam Lanskap Komunikasi Global: Peluang dan Tantangan", yang menghadirkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, CEO MNC Grup Hary Tanoesoedibjo, Pendiri Detik.Com Budiono Darsono dan CEO Baidu Digital Indonesia Bao Jianlei.
"Sedangkan sesi ketiga mengangkat tema "Hoax, Fake News dan Blokir" menghadirkan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar, anggota DPR Meutya Hafid, wartawan Arswendo Atmowiloto dan pegiat sosial media Nukman Luthfie sebagai narasumber.
Kemudian, "Demokrasi Digital, Nilai Kewargaan dan Ketahanan Budaya" dengan pembicara Menko Kemaritiman Luhut B Panjaitan, sutradara Garin Nugroho, akademisi Yudi Latif dan seniman Sudjiwo Tedjo.
Menkominfo Rudiantara mengatakan, dewasa ini teknologi digital terus berkembang dari waktu ke waktu, seiring meningkatnya kebutuhan, permintaan pasar dan masyarakat.
Sedikitnya 400 orang yang berasal dari berbagai kalangan, seperti pers, masyarakat sipil, instansi pemerintah dan beberapa duta besar negara sahabat turut hadir dalam kesempatan tersebut.
"Berbagai aplikasi dan digital multimedia dengan mengandalkan sistem jaringan internet untuk mengakses berbagai informasi pun semakin banyak tersedia.
Teknologi berkembang terus-menerus, ia juga memberikan efisiensi waktu. Preferensi pasar kita melihat dari sisi marketing, yaitu kebutuhan dan daya beli," katanya.
Indonesia dalam demografinya, generasi masa kini lebih terbiasa membaca berita yang disediakan dalam bentuk 'online'.
"Dengan tuntutan target pasar, kata Rudiantara, pers di Indonesia pun semakin banyak yang menggunakan sistem digital atau "online" untuk mempublikasikan pemberitaan mereka. Hal itu tentu juga berpengaruh terhadap media massa yang masih menggunakan sistem cetak.
Pertanyaannya, profesionalisme pers harus kemana? Apakah melihat dari sisi medium atau bagaimana? Untuk hal ini jangan membawa-bawa pemerintah untuk masalah konten berita, Undang-Undang Pers tetap dibiarkan seperti itu," katanya. (MC)