Dinas ESDM Maluku Dinilai Tidak Transparan
https://www.malukuchannelonline.com/2016/11/dinas-esdm-maluku-dinilai-tidak.html
Ambon, Maluku Channel.com Ketua Komisi B DPRD Maluku Rein Toumahuw menduga ada sejumlah persoalan sengaja disembunyikan Dinas Energi Sumber daya Mineral Maluku, sehingga tidak bersikap transparan dalam rapat kerja di DPRD.
"Kami sendiri tidak mengerti, apakah ada hal-hal tersembunyi atas jawaban-jawaban yang diberikan oleh Dinas ESDM, sehingga komisi mengagendakan rapat kerja secara lengkap dalam arti minta tiga biro di ESDM untuk hadir bersama kadis," kata Rein, di Ambon, Senin (28/11/2016).
Menurut dia, sebenarnya ada banyak perusahaan pertambangan yang beroperasi di Maluku baik yang masih eksplorasi maupun sudah berproduksi.
"Tapi anehnya ketika kami menanyakan tentang royalti dan dana bagi hasil dari perusahaan itu, mereka justru tidak tahu, jadi ini sesuatu yang sulit dicerna secara akal sehat," ujarnya lagi.
Kemudian dalam beberapa kali rapat kerja dengan Dinas ESDM, kepala dinasnya sering berhalangan dan mendelegasikannya kepada staf.
Karenanya Komisi B DPRD setempat minta kadis untuk hadir sendiri, karena aneh kalau masalah royalti saja tidak tahu padahal perusahaan sudah lama beroperasi, ujarnya lagi.
"Apakah mereka tidak terbuka untuk kami atau perusahaan juga sembunyi dari mereka. Namun yang jelas komisi akan menggali dan kemungkinan untuk objek-objek yang dibahas akan dilihat secara langsung di lapangan supaya mereka jangan tipu-tipu kami," ujarnya pula.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Maluku Sudarmo bin Yasin mengatakan, pihaknya bahkan sudah melakukan kunjungan pengawasan ke kantor Dinas ESDM beberapa waktu lalu, dan sempat meminta sejumlah data tertulis namun sampai sekarang tidak pernah diberikan.
"Kami juga pertanyakan besaran kontribusi PAD dari sektor migas dan pertambangan yang didapatkan dari dana bagi hasil, mengingat Maluku memiliki sumber-sumber kekayaan alam mineral yang selama ini sudah dieksploitasi maupun yang masih dalam proses eksplorasi, tetapi mereka justru tidak mengingatnya," kata Sudarmo pula.
Menurutnya, sesuai ketentuan, provinsi menerima tiga persen dari DBH untuk total minyak yang sudah terjual dan enam persen untuk kabupaten penghasil, sehingga diperlukan informasi tentang produksi dan hasil jual dan menerima berapa persen.
"Kami sendiri tidak mengerti, apakah ada hal-hal tersembunyi atas jawaban-jawaban yang diberikan oleh Dinas ESDM, sehingga komisi mengagendakan rapat kerja secara lengkap dalam arti minta tiga biro di ESDM untuk hadir bersama kadis," kata Rein, di Ambon, Senin (28/11/2016).
Menurut dia, sebenarnya ada banyak perusahaan pertambangan yang beroperasi di Maluku baik yang masih eksplorasi maupun sudah berproduksi.
"Tapi anehnya ketika kami menanyakan tentang royalti dan dana bagi hasil dari perusahaan itu, mereka justru tidak tahu, jadi ini sesuatu yang sulit dicerna secara akal sehat," ujarnya lagi.
Kemudian dalam beberapa kali rapat kerja dengan Dinas ESDM, kepala dinasnya sering berhalangan dan mendelegasikannya kepada staf.
Karenanya Komisi B DPRD setempat minta kadis untuk hadir sendiri, karena aneh kalau masalah royalti saja tidak tahu padahal perusahaan sudah lama beroperasi, ujarnya lagi.
"Apakah mereka tidak terbuka untuk kami atau perusahaan juga sembunyi dari mereka. Namun yang jelas komisi akan menggali dan kemungkinan untuk objek-objek yang dibahas akan dilihat secara langsung di lapangan supaya mereka jangan tipu-tipu kami," ujarnya pula.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Maluku Sudarmo bin Yasin mengatakan, pihaknya bahkan sudah melakukan kunjungan pengawasan ke kantor Dinas ESDM beberapa waktu lalu, dan sempat meminta sejumlah data tertulis namun sampai sekarang tidak pernah diberikan.
"Kami juga pertanyakan besaran kontribusi PAD dari sektor migas dan pertambangan yang didapatkan dari dana bagi hasil, mengingat Maluku memiliki sumber-sumber kekayaan alam mineral yang selama ini sudah dieksploitasi maupun yang masih dalam proses eksplorasi, tetapi mereka justru tidak mengingatnya," kata Sudarmo pula.
Menurutnya, sesuai ketentuan, provinsi menerima tiga persen dari DBH untuk total minyak yang sudah terjual dan enam persen untuk kabupaten penghasil, sehingga diperlukan informasi tentang produksi dan hasil jual dan menerima berapa persen.