Kajati Keluhkan Rendahnya Anggaran Penanganan Perkara di Maluku
https://www.malukuchannelonline.com/2016/07/kajati-keluhkan-rendahnya-anggaran.html
Ambon, Maluku Channel.com Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, Jan Samuel Maringka mengakui jika alokasi anggaran untuk penanganan perkara oleh aparat kejaksaan di provinsi berjuluk “Seribu Pulau” masih rendah.
Orang nomor satu di Korps Adhyaksa Maluku ini bahkan mempertegas hal itu dengan membandingkan anggaran pada institusi yang dipimpinnya jauh di bawah institusi Polri dan Mahkamah Agung.
"Kalau berbicara masalah anggaran, instansi kepolisian sudah mendapatkan anggaran Rp77 triliun, Mahkamah Agung dan pengadilan Rp10 triliun, sedangkan Kejaksaan hanya sebesar Rp4 triliun dengan jumlah pegawai yang sama 9.000 Jaksa dan 9.000 Hakim dan ini belum termasuk tunjangan," akuinya, saat dikonfirmasi, Sabtu (23/7/2016).
Penjelasan Kajati Maluku ini juga sudah disampaikan secara remi dalam acara diskusi publik evaluasi capaian kinerja semester I Kejaksaan Tinggi Maluku di Stasiun RRI Regional Ambon pada Rabu, (20/7/2016).
Ia pun mencontohkan, pada 2015 jaksa mendapat tunjangan dua kali sedangkan hakim 10 kali, dan mereka sudah menerimanya sejak tahun 2010.
"Kalau berbicara fungsinya mungkin dari awal kejaksaan sudah melakukan tugasnya dari pra penuntutan, seperti penyelidikan dan penyidikan, lalu ketika banding dan kasasi sampai eksekusi kita harus mencari lagi anggarannya," ujarnya.
Dalam penanganan perkara tindak pidana umum, Kejaksaan hanya mendapat anggaran Rp3 juta menangani satu perkara.
Indonesia ini negara maritim dan untuk Maluku ada 11 kabupaten/kota tetapi hanya ada empat tempat sidang yang tidak bisa dijangkau dengan kendaraan atau melalui jalan darat.
"Teman-teman dari Kepulauan Aru misalnya mau bersidang di Ambon atau Tual tidak bisa melalui perjalanan darat. Jadi katakanlah jaksa-jaksa di Maluku ini luar biasa, bagaimana mau menyeberang pulau hanya dengan anggaran Rp3 juta dan satu tahun biaya penanganan perkara kita untuk 2016 hanya Rp16 juta," jelas kajati.
Dia pun mengaku pernah berbicara kepada Kapolda Maluku, meminta tidak mengirim berkasnya ke Kejaksaan karena anggaran sedikit.
“Biaya cuma Rp15 juta sedangkan tiap tahun ada ratusan perkara yang harus disidangkan, jadi begitu ada harapan besar kepada Jaksa tetapi tak didukung anggaran yang memadai," katanya lagi.
Anggaran penyidikan satu perkara tindak pidana khusus seperti korupsi yang ditangani Polda Rp250 juta, sedangkan jaksa yang memulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi malah lebih di kecil.
Lebih miris lagi hanya dijatahi satu perkara dalam satu tahun lalu apa yang bisa dilakukan, tetapi jaksa tidak berkecil hati karena harus berlomba menangani perkara secara kualitas, sebab satu kejari satu perkara dalam setahun .
Dia menambahkan, penegakan supremasi hukum dikatakan berhasil bila tingkat kesadaran hukum masyarakat semakin meningkat dan tindak pidana makin menurun.
Orang nomor satu di Korps Adhyaksa Maluku ini bahkan mempertegas hal itu dengan membandingkan anggaran pada institusi yang dipimpinnya jauh di bawah institusi Polri dan Mahkamah Agung.
"Kalau berbicara masalah anggaran, instansi kepolisian sudah mendapatkan anggaran Rp77 triliun, Mahkamah Agung dan pengadilan Rp10 triliun, sedangkan Kejaksaan hanya sebesar Rp4 triliun dengan jumlah pegawai yang sama 9.000 Jaksa dan 9.000 Hakim dan ini belum termasuk tunjangan," akuinya, saat dikonfirmasi, Sabtu (23/7/2016).
Penjelasan Kajati Maluku ini juga sudah disampaikan secara remi dalam acara diskusi publik evaluasi capaian kinerja semester I Kejaksaan Tinggi Maluku di Stasiun RRI Regional Ambon pada Rabu, (20/7/2016).
Ia pun mencontohkan, pada 2015 jaksa mendapat tunjangan dua kali sedangkan hakim 10 kali, dan mereka sudah menerimanya sejak tahun 2010.
"Kalau berbicara fungsinya mungkin dari awal kejaksaan sudah melakukan tugasnya dari pra penuntutan, seperti penyelidikan dan penyidikan, lalu ketika banding dan kasasi sampai eksekusi kita harus mencari lagi anggarannya," ujarnya.
Dalam penanganan perkara tindak pidana umum, Kejaksaan hanya mendapat anggaran Rp3 juta menangani satu perkara.
Indonesia ini negara maritim dan untuk Maluku ada 11 kabupaten/kota tetapi hanya ada empat tempat sidang yang tidak bisa dijangkau dengan kendaraan atau melalui jalan darat.
"Teman-teman dari Kepulauan Aru misalnya mau bersidang di Ambon atau Tual tidak bisa melalui perjalanan darat. Jadi katakanlah jaksa-jaksa di Maluku ini luar biasa, bagaimana mau menyeberang pulau hanya dengan anggaran Rp3 juta dan satu tahun biaya penanganan perkara kita untuk 2016 hanya Rp16 juta," jelas kajati.
Dia pun mengaku pernah berbicara kepada Kapolda Maluku, meminta tidak mengirim berkasnya ke Kejaksaan karena anggaran sedikit.
“Biaya cuma Rp15 juta sedangkan tiap tahun ada ratusan perkara yang harus disidangkan, jadi begitu ada harapan besar kepada Jaksa tetapi tak didukung anggaran yang memadai," katanya lagi.
Anggaran penyidikan satu perkara tindak pidana khusus seperti korupsi yang ditangani Polda Rp250 juta, sedangkan jaksa yang memulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi malah lebih di kecil.
Lebih miris lagi hanya dijatahi satu perkara dalam satu tahun lalu apa yang bisa dilakukan, tetapi jaksa tidak berkecil hati karena harus berlomba menangani perkara secara kualitas, sebab satu kejari satu perkara dalam setahun .
Dia menambahkan, penegakan supremasi hukum dikatakan berhasil bila tingkat kesadaran hukum masyarakat semakin meningkat dan tindak pidana makin menurun.