Pemprov Maluku Diminta Turunkan Tim Kecil di Pulau Seram
https://www.malukuchannelonline.com/2018/11/pemprov-maluku-diminta-turunkan-tim.html
Tuntutan masyarakat adat di Seram yang disampaikan oleh M. Syahwan Arey dalam kongerensi pers kepada awak media di Poka Ambon, Selasa (13/11/2018).
Menurut Arey, pihaknya meminta agar tiga orang anggota tim yang telah dibentuk agar secepatnya turun di lokasi-lokasi yang dirujuk sehingga tidak salah sasaran.
Tim tersebut jangan sampai menunggu waktu terlalu lama, mengingat kondisi ini merupakan bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak.
Mengingat masyarakat adat di Seram terutama dilahan-lahan perusahaan penebangan kayu di SBT, SBB maupun di Maluku Tengah, telah menyalahi aturan dalam undang-undang ataupun peraturan pemerintah lainnya terkait penebangan kayu dan pelecehan atau pencemaran situ-situs adat masyarakat setempat yang dilindungi oleh UU di negara ini.
Jika merujuk pada UU maka penebangan pohon di kawasan lindung ataupun daeran bantaran sungai tidak boleh ditebang, apalagi ada jenis-jenis tanaman/pohon tertentu yang tidak diijinkan oleh UU untuk ditebang, namun perusahaan yang beroperasi di Pulau Seram sudah menyimpang dari aturan.
Ironisnya, masuknya perusahaan tersebut juga memporakporandakan tatanan budaya setempat, bahkan sejumlah situs-situs dan kebiasaan masyarakat adat setempat dirusak oleh perusahaan.
Dikatakan, aksi demo saat itu yang dilanjutkan dengan konferensi pers ini tidak ada kaitannya dengan unsur politik atau politik praktis, sekalipun ada agenda politik di tahun 2019 mendatang.
Sebaliknya menurut Arey, tim biru yang dipimpinnya melaksanakan aksi untuk mempertahankan adat istiadat masyarakat Maluku, meningkatkan perekonomian masyarakat Maluku,
budaya masyarakat Maluku dan harga mati masyarakat Maluku, yang telah diinjak-injak selama.
“Bagi tim biru yang mewakili masyarakat Seram di atas semua tuntutan itu, NKRI adalah harga mati yang tidak bisa diganggu gugat,”tegasnya.
Salah satu tuntutan yang disampaikan oleh tim biru adalah kebijakan yang diturunkan kepada masyarakat setempat harus sampai ke masyarakat adat yang memiliki lahan, bukan hanya sampai pada desa-desa induk sebagaimana dipraktekkan selama ini.
Sementara itu Pateki, salah satu tokoh muda masyarakat adat Naulu mengatakan, dirinya selaku representasi masyarakat Naulu ingin mempertegas bahwa, kehadiran PT. Bintang Lima Makmur yang beroperasi di Kabupaten Maluku Tengah, desa Sepah, Kampung Rohua saat ini mendapat ancaman serius soal hutan adat Naulu.
Yang tentunya berdampak pada adat, terutama keberlangsungan adat istiadat Naulu karena masyarakat Naulu membutuhkan hutan tersebut untuk keberlangsungan adat ke depan.
Dengan kehadiran perusahaan tersebut, tanah pertanian masyarakat adat Naulu menjadi rusak dan tidak dapat dimanfaatkan lagi akibat dari longsor.
Ironisnya, ada tiga sumber mata air di desa Noruhua tidak bisa dikonsumsi lagi oleh masyarakat Naulu karena tercemar limbah perusahaan. (MC)