Tagop: Konsep Pembangunan Pemprov Maluku Belum Tekan Angka Kemiskinan
https://www.malukuchannelonline.com/2018/04/soulisa-konsep-pembangunan-pemprov.html
BURSEL, Malukuchannel.com - Bupati Buru Selatan (Bursel) Tagop Soulisa mengatakan, konsep pembangunan yang dibangun oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku sekarang ini belum mampu menembus lini bawah dari kehidupan masyarakat, terutama untuk menekan laju inflasi yang menyebabkan tingginnya angka kemiskinan di provinsi Maluku.
"Rasionalnya seperti itu, kita di Kabupaten Buru Selatan dulu inflasinya cukup tinggi, namun pada tahun 2018 ini menurut Badan Pusat Statistik (BPS) turun drastis dari 32,2% menjadi 16%," Ungkap Tagop ketika memberikan arahan dalam kegiatan. Fokus Group Discussion' tentang penguatan strategi pengendalian inflasi yang di selenggarakan oleh Bank Indonesia (BI) Wilayah Maluku di Penginapan Golden Alfre's, Namrole, Selasa (03/04/2018) Kemarin.
Dikatakan, harus lebi fokus pada isu-isu yang telah disampaikan oleh Bank Indonesia terlebih pada objek-objek yang berpengaruh pada meningkatnya inflasi di semua daerah dan itu harus menjadi catatan penting terutama pada OPD-OPD (Organisasi Perangkat Daerah) persekmakmuran yaitu pertanian, perdagangan dan perikanan.
Kepada OPD-OPD ini, kata dia, harus melihat sejauh mana permasalaha-permasalan yang perlu diselesaikan.
Soulisa menjelaskan, bahwa konsep pembangunan yang dibangunan pihak pemprov saat ini belum mampu menembus lini bawah dari kehidupan masyarakat. Terutama untuk menekan laju inflasi yang menyebabkan tingginnya angka kemiskinan di maluku.
Konsep yang dibangun oleh gubernur itu kata Soulisa, semata-mata hanya berpikir sebatas pada tingkat kewenangananya sebagai pimpinan daerah saja tetapi tidak mampu menembus dimensi-dimensi kepetingan masyarakat yang paling bawah dalam rangka menyelesaikan permasalahan melalui koneksi-koneksi antara provinsi dan kabupaten.
Menurut Tagop, permasalahan kemiskinan dan penyebab tingginya angka kemiskinan salah satu faktornya adalah tingginya inflasi. Tetapi untuk mengakali kemiskinan itu maka pemerintah provinsi harusnya dapat mengidentifikasi indikator-indikantor kemiskinan yang harus di interfensi oleh provinsi secara bersama-sama dengan pemerintah kabupaten.
Dikatakan, kalau di lepas ke pemerintah Kabupaten, hal itu tidak mungkin karena anggaran juga terbatas.
Dijelaskan, bahwa walaupun keterbatasan anggaran Pemprov dengan APBD-nya yang berkisar dua triliunan, namun masih ada langkah-langkah kebijakan yang bisa dilakukan melalui terebosan-terebosan secara bersama-sama.
Dicontohkan, Pemerintah papua dengan diberikan sebuah regulasi kebijakan secara nasional yaitu OTSUS-nya masih saja meminta dana ke pemerintah pusat secara bersama-sama untuk menambah lagi keuangan daerahnya dengan alasan potensi sumber daya alamnya.
"Tapi dalam 5 tahun ini saya sama sekali belum pernah diundang untuk secara kolektif berjuang ke pemerintah pusat untuk mendapatkan dana di luar DAU dan DAK," Ungkapnya. (MC)
"Rasionalnya seperti itu, kita di Kabupaten Buru Selatan dulu inflasinya cukup tinggi, namun pada tahun 2018 ini menurut Badan Pusat Statistik (BPS) turun drastis dari 32,2% menjadi 16%," Ungkap Tagop ketika memberikan arahan dalam kegiatan. Fokus Group Discussion' tentang penguatan strategi pengendalian inflasi yang di selenggarakan oleh Bank Indonesia (BI) Wilayah Maluku di Penginapan Golden Alfre's, Namrole, Selasa (03/04/2018) Kemarin.
Dikatakan, harus lebi fokus pada isu-isu yang telah disampaikan oleh Bank Indonesia terlebih pada objek-objek yang berpengaruh pada meningkatnya inflasi di semua daerah dan itu harus menjadi catatan penting terutama pada OPD-OPD (Organisasi Perangkat Daerah) persekmakmuran yaitu pertanian, perdagangan dan perikanan.
Kepada OPD-OPD ini, kata dia, harus melihat sejauh mana permasalaha-permasalan yang perlu diselesaikan.
Soulisa menjelaskan, bahwa konsep pembangunan yang dibangunan pihak pemprov saat ini belum mampu menembus lini bawah dari kehidupan masyarakat. Terutama untuk menekan laju inflasi yang menyebabkan tingginnya angka kemiskinan di maluku.
Konsep yang dibangun oleh gubernur itu kata Soulisa, semata-mata hanya berpikir sebatas pada tingkat kewenangananya sebagai pimpinan daerah saja tetapi tidak mampu menembus dimensi-dimensi kepetingan masyarakat yang paling bawah dalam rangka menyelesaikan permasalahan melalui koneksi-koneksi antara provinsi dan kabupaten.
Menurut Tagop, permasalahan kemiskinan dan penyebab tingginya angka kemiskinan salah satu faktornya adalah tingginya inflasi. Tetapi untuk mengakali kemiskinan itu maka pemerintah provinsi harusnya dapat mengidentifikasi indikator-indikantor kemiskinan yang harus di interfensi oleh provinsi secara bersama-sama dengan pemerintah kabupaten.
Dikatakan, kalau di lepas ke pemerintah Kabupaten, hal itu tidak mungkin karena anggaran juga terbatas.
Dijelaskan, bahwa walaupun keterbatasan anggaran Pemprov dengan APBD-nya yang berkisar dua triliunan, namun masih ada langkah-langkah kebijakan yang bisa dilakukan melalui terebosan-terebosan secara bersama-sama.
Dicontohkan, Pemerintah papua dengan diberikan sebuah regulasi kebijakan secara nasional yaitu OTSUS-nya masih saja meminta dana ke pemerintah pusat secara bersama-sama untuk menambah lagi keuangan daerahnya dengan alasan potensi sumber daya alamnya.
"Tapi dalam 5 tahun ini saya sama sekali belum pernah diundang untuk secara kolektif berjuang ke pemerintah pusat untuk mendapatkan dana di luar DAU dan DAK," Ungkapnya. (MC)