KEMENPPPA dan POLRI Sepakat Lindungi Anak dari Tindakan Kejahatan
https://www.malukuchannelonline.com/2017/10/kemenpppa-dan-polri-sepakat-lindungi.html
JAKARTA, Malukuchannel.com - Peran Aktif Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Terhadap Perlindungan Anak Salah Satunya Dengan Dibentuk Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) serta Ruang Pelayanan Khusus (RPK) di seluruh wilayah Indonesia. Penguatan peran Polri didalam melayani UPPA didukung oleh anggaran, personil yang berkualitas, sarana dan prasarana serta sistem dan metode yang baik. “Namun, Perlindungan anak tidak dapat dilakukan oleh satu institusi sendiri, melainkan oleh tiga subsistem besar yang harus bekerja bersama untuk melindungi anak dari tindak kekerasan” ujar Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Pribudiarta Nur Sitepu pada saat menjadi narasumber dalam acara Upaya Penguatan Peran Polri dalam rangka Perlindungan Anak dari Tindak Kejahatan yang diselenggarakan oleh Sekolah Staf dan Tinggi (Sespimti) Polri dikreg 26 di Aula TMC Polda Metro Jaya, Selasa (3/10/2017).
Subsistem yang pertama adalah sistem penegakan hukum dengan perspektif terhadap hak anak yang harus dimiliki oleh polisi, jaksa dan hakim. Yang kedua adalah subsistem kesejahteraan sosial yaitu setiap anak harus terpenuhi semua hak haknya. Adapun yang ketiga yaitu sistem perilaku pada masyarakat itu sendiri.
"Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Drs. Heri Rudolf Nahak juga turut menghimbau kepada seluruh penegak hukum agar memberikan perhatian khusus pada unit Pelayanan Perempuan dan Anak serta menerapkan Undang Undang Perlindungan dalam menangani kejahatan kekerasan terhadap anak dengan harapan dapat menimbulkan efek jera terhadap pelaku.
Di dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat 2 dijelaskan bahwa setiap anak mempunyai hak untuk tumbuh dan Berkembang, hak perlindungan dari kekerasan dan disktriminasi serta hak konstitusional atas kelangsungan hidup. Namun, pada kenyataannya peran pencegahan terjadinya kekerasan terhadap anak masih belum optimal, hal ini dilihat berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Polda Jawa Barat pada tahun 2011 yaitu penindakan hanya mampu menyelesaikan 20% permasalahan sosial, termasuk permasalahan kekerasan terhadap anak. Hukuman kekerasan terhadap anak juga tidak dapat menimbulkan efek jera bagi para pelakunya karena dianggap oleh para penegak hukum sebagai hukuman tindak pidana biasa. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia selama 5 tahun terakhir mulai dari tahun 2011 dengan total jumlah kekerasan sebanyak 2.178 terus meningkat hingga mencapai 4.309 pada tahun 2015. Namun demikian yang dilaporkan justru jauh lebih sedikit, dibandingkan dengan jumlah sebenarnya.
"KemenPPPA terus melakukan upaya pencegahan sebagai salah satu hal yang paling optimal untuk dilakukan, salah satunya adalah dengan mengedukasi dan menginisiasi masyarakat agar paham terhadap hak-hak anak dan turut mengoptimalkan upaya pencegahan oleh seluruh stake holder di lingkungan keluarga dan masyarakat” tutup Pribudiarta. (Mc-J)
Subsistem yang pertama adalah sistem penegakan hukum dengan perspektif terhadap hak anak yang harus dimiliki oleh polisi, jaksa dan hakim. Yang kedua adalah subsistem kesejahteraan sosial yaitu setiap anak harus terpenuhi semua hak haknya. Adapun yang ketiga yaitu sistem perilaku pada masyarakat itu sendiri.
"Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Drs. Heri Rudolf Nahak juga turut menghimbau kepada seluruh penegak hukum agar memberikan perhatian khusus pada unit Pelayanan Perempuan dan Anak serta menerapkan Undang Undang Perlindungan dalam menangani kejahatan kekerasan terhadap anak dengan harapan dapat menimbulkan efek jera terhadap pelaku.
Di dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat 2 dijelaskan bahwa setiap anak mempunyai hak untuk tumbuh dan Berkembang, hak perlindungan dari kekerasan dan disktriminasi serta hak konstitusional atas kelangsungan hidup. Namun, pada kenyataannya peran pencegahan terjadinya kekerasan terhadap anak masih belum optimal, hal ini dilihat berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Polda Jawa Barat pada tahun 2011 yaitu penindakan hanya mampu menyelesaikan 20% permasalahan sosial, termasuk permasalahan kekerasan terhadap anak. Hukuman kekerasan terhadap anak juga tidak dapat menimbulkan efek jera bagi para pelakunya karena dianggap oleh para penegak hukum sebagai hukuman tindak pidana biasa. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia selama 5 tahun terakhir mulai dari tahun 2011 dengan total jumlah kekerasan sebanyak 2.178 terus meningkat hingga mencapai 4.309 pada tahun 2015. Namun demikian yang dilaporkan justru jauh lebih sedikit, dibandingkan dengan jumlah sebenarnya.
"KemenPPPA terus melakukan upaya pencegahan sebagai salah satu hal yang paling optimal untuk dilakukan, salah satunya adalah dengan mengedukasi dan menginisiasi masyarakat agar paham terhadap hak-hak anak dan turut mengoptimalkan upaya pencegahan oleh seluruh stake holder di lingkungan keluarga dan masyarakat” tutup Pribudiarta. (Mc-J)