Loading...

Pulau-Pulau Kecil Maluku Ditengah Perubahan Iklim

Vanstens C. Sinmiasa
Fenomena perubahan iklim bukanlah hal yang sepele. Ancamannya tidak bisa lagi diabaikan. Data satelit National Snow and Ice Data Center (NSIDC) Amerika Serikat menunjukan es laut di Antartika terus menyusut dan mencapai titik terendahnya hingga mencapai ukuran 2,22 juta km2 pada 14 Februari 2017. Ukuran tersebut lebih kecil dibandingkan dengan catatan terburuk sebelumnya yaitu 2,28 juta km2 pada 27 Februari 1997 (National Geographic, 16/02/2017). Pencairan es di kutub ini merupakan salah satu dampak meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca dan hal ini berpotensi menenggelamkan pulau-pulau kecil di berbagai belahan dunia.

Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer bumi dapat memicu terjadinya perubahan iklim termasuk peningkatan suhu bumi, peningkatan permukaan laut dan berbagai dampak iklim lainnya. Berdasarkan laporan kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2014, suhu bumi telah meningkat sekitar 0,8 °C selama abad terakhir. Pada akhir tahun 2100, suhu global diperkirakan akan
lebih tinggi 1,8-4 °C dibandingkan rata-rata suhu pada 1980-1999. Selain itu, terjadi pula peningkatan permukaan laut. Selama periode 1901-2010, rata-rata permukaan laut mengalami peningkatan sebesar 0,19 m. Di Indonesia, rata-rata peningkatan permukaan laut selama periode 1901-2010 sebesar 0,19 mm/tahun meningkat menjadi 3,2 mm/tahun pada periode 1993-2010. Apabila memasukan faktor pencairan es di kutub maka kenaikan permukaan laut di Indonesia dapat mencapai 175 cm pada tahun 2100 (KLHK, 2016).

Dampak perubahan iklim di Indonesia berupa berkurangnya wilayah daratan, rusaknya kawasan pesisir akibat gelombang pasang, banjir rob, abrasi, berkurangnya areal persawahan dataran rendah, meningkatnya frekuensi kejadian La Nina dan El Nino, gangguan transportasi antar pulau, rusak/hilangnya objek wisata pulau dan pesisir serta hilang/berubahnya mata pencaharian masyarakat. Perubahan iklim ini selanjutnya akan berdampak pada ketahanan pangan, ekosistem alami, kesehatan dan kesejahteraan ekonomi di tingkat lokal maupun nasional (KLHK, 2016).

Berbagai fakta tersebut menjelaskan bahwa perubahan iklim menjadi ancaman serius bagi kehidupan manusia. Maluku yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari pulau-pulau kecil tergolong rentan terhadap dampak perubahan iklim terutama yang terkait dengan kenaikan permukaan laut. Salah satu karakteristik pulau-pulau kecil adalah memiliki daerah pesisir yang sangat terbuka sehingga lingkungannya sangat mudah dipengaruhi oleh aksi gelombang/badai (Dahuri, 2003). Saat badai menghantam daratan dengan permukaan laut yang lebih tinggi maka badai tersebut cenderung menjadi lebih besar dan kuat. Hal ini tentu akan mengancam keselamatan masyarakat Maluku yang hampir 80% penduduknya menghuni wilayah pesisir.

Wilayah Maluku pun tergolong daerah yang rawan terhadap bencana alam. Menurut laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Maluku menjadi salah satu daerah yang tergolong dalam kategori rawan bencana dengan indeks resiko bencana berkategori sedang hingga tinggi. Maluku memiliki ancaman bencana yang kompleks dan berpotensi terjadi setiap saat. Beberapa diantaranya seperti: abrasi, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim dan tsunami (BNPB, 2016).

Pada dasarnya, pulau kecil merupakan wilayah yang rentan terhadap perubahan alam dan aktivitas manusia yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Kenaikan permukaan laut sebagai dampak perubahan iklim dapat menyebabkan berbagai dampak lanjutan seperti: perendaman daratan pulau-pulau kecil, peningkatan abrasi dan berbagai dampak lainnya seperti yang telah disebutkan di atas. Hal tersebut dapat menyebabkan terganggunya sistem ekologi di pulau-pulau kecil di Maluku. Perubahan ini selanjutnya akan berdampak pada aspek sosial ekonomi masyarakat serta pada sektor perikanan yang merupakan salah satu sektor penting di Maluku.

Dampak perubahan iklim yang juga cukup mengkhawatirkan adalah ancaman tenggelamnya pulau-pulau kecil, seperti kasus tenggelamnya 5 pulau di Kepulauan Solomon di Samudera Pasifik tahun 2014. Menurut para peneliti dari Universitas Queensland Australia, 5 pulau telah tenggelam dan beberapa pulau lainnya telah menyusut sebesar 20-60%. Hal ini dipengaruhi oleh kenaikan permukaan laut dan tekanan angin pasat yang kuat akibat pemanasan global (National Geographic, 11/05/2016). Khusus di Indonesia, laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menyebutkan bahwa sebanyak 28 pulau kecil telah tenggelam dan 24 pulau kecil lainnya terancam tenggelam. Bahkan lembaga dunia, Maplecroft dalam laporannya Maplecroft’s Climate Change Vulnerability Indeks telah memprediksi bahwa hingga tahun 2050 sekitar 1500 pulau di Indonesia akan tenggelam akibat kenaikan permukaan laut.

Selamatkan Pulau-Pulau Kecil di Maluku

Keberadaan pulau-pulau kecil di Maluku yang rentan terhadap aktivitas manusia dan perubahan lingkungan, termasuk dampak perubahan iklim maka upaya penyelamatannya menjadi penting. Pemanfaatan sumberdaya bertujuan untuk perbaikan ekonomi masyarakat namun seringkali cenderung mengorbankan keberlanjutan sumberdaya dan lingkungannya. Hal tersebut dapat memperparah resiko bencana dan tentu mengancam kehidupan manusia itu sendiri.

Permasalahan pemanfaatan sumberdaya pada lingkungan pulau-pulau kecil di Maluku, beberapa diantaranya: masih ada kegiatan pengambilan pasir pantai dan batu karang serta penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan di sekitar daerah terumbu karang seperti bom dan bius. Selain berdampak pada penurunan potensi sumberdaya dan kerusakan ekosistem pesisir, hal tersebut juga dapat meningkatkan resiko terjadinya abrasi dan degradasi garis pantai. Jika hal ini ditambah dengan faktor peningkatan permukaan laut maka akan semakin mempercepat proses degradasi pulau-pulau kecil ini.

Dalam menghadapi perubahan iklim diperlukan upaya untuk menekan faktor-faktor pemicunya yakni dengan pengurangan emisi gas rumah kaca. Selain melalui hutan tropis, upaya untuk mengurangi emisi tersebut dapat dilakukan melalui jasa ekosistem pesisir. Ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang memiliki jasa lingkungan yang sangat penting seperti: pelindung pesisir dari abrasi dan gelombang, serta sebagai habitat dan tempat perkembangbiakan berbagai spesies laut. Selain itu, ekosistem pesisir efektif dalam penyerapan dan penyimpanan karbon dari atmosfer. Hal inilah yang menjadi salah satu solusi untuk perubahan iklim.

Ekosistem pesisir seperti: hutan mangrove, padang lamun dan rawa payau memiliki kemampuan dalam menjaga keseimbangan penyerapan karbon dioksida (CO2) dan potensi pengurangan emisi gas rumah kaca. Ekosistem pesisir ini mampu menyerap karbon dioksida empat kali lebih besar daripada hutan tropis. Jika dalam kondisi baik, ekosistem pesisir mampu menyerap dan menyimpan karbon dalam sedimen secara terus-menerus dalam kurun waktu yang lama. Namun buruknya, jika terjadi kerusakan ekosistem maka karbon yang telah tersimpan tersebut secara cepat teroksidasi dan dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai CO2 (WWF, 2013).

Rusaknya ekosistem pesisir justru akan memperparah perubahan iklim. Peran ekosistem sebagai penyerap karbon berubah menjadi penyuplai karbon ke atmosfer. Belum lagi hilangnya fungsi-fungsi lainnya yang sangat bermanfaat bagi lingkungan dan manusia. Dengan demikian, pengelolaan ekosistem pesisir secara berkelanjutan terutama pada lingkungan pulau-pulau kecil di Maluku menjadi sangat penting. Hal ini bukan hanya sebagai salah satu upaya mitigasi perubahan iklim dalam mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca tapi juga sebagai bentuk perlindungan alami bagi pulau-pulau kecil dari ancaman abrasi, dan badai/gelombang.

Perubahan iklim dengan berbagai resiko yang ada menjadi ancaman serius bagi masa depan pulau-pulau kecil di Maluku. Dampak perubahan iklim akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi emisi gas rumah kaca di atmosfer. Dengan demikian, perlu tindakan nyata untuk mengurangi tingkat emisi tersebut. Memang ini bukan hal yang gampang dan sederhana tapi kepedulian kita terhadap keberlanjutan lingkungan merupakan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan. Upaya ini juga perlu diikuti oleh upaya adaptasi untuk meningkatkan ketahanan masyarakat pulau-pulau kecil terhadap dampak perubahan iklim.

Kita semua diharapkan dapat memberi dukungan dan aksi nyata bagi upaya pelestarian ekosistem pesisir. Hentikan eksploitasi sumberdaya dan ekosistem pesisir yang destruktif. Dengan menjaga kelestarian ekosistem pesisir maka kita dapat mengurangi emisi gas CO2 yang pada akhirnya dapat mengurangi resiko perubahan iklim. Selain itu, ekosistem yang lestari akan menjamin perlindungan bagi masyarakatnya, menjamin keberlanjutan mata pencaharian nelayan serta menunjang sektor perikanan di Maluku.

Pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan pulau-pulau kecil di Maluku hendaknya dilakukan secara bertanggungjawab dan mempertimbangkan manfaat bagi generasi yang akan datang. Kedepan kiranya pemerintah dan pengambil kebijakan terutama di tingkat daerah dapat menjadikan pengelolaan ekosistem pesisir sebagai salah satu prioritas kebijakan dalam rencana pembangunan di daerah ini dan mengimplementasikannya. Jika hal ini dilakukan secara holistik, terpadu dan berkelanjutan maka harapan untuk menekan ancaman perubahan iklim bagi pulau-pulau kecil di Maluku dapat terwujud. Save ecosystem, save small islands!

Oleh : Vanstens C. Sinmiasa
(Alumni Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Kelautan & Pulau-Pulau Kecil, Pascasarjana Universitas Pattimura, Ambon)
Opini 4765678111282150994

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

IKLAN

ORGANISASI PROFESI

TRENDING TOPIC