Jokowi: Pemerintah Segera Reformasi Agraria
https://www.malukuchannelonline.com/2017/02/jokowi-pemerintah-segera-reformasi_25.html
Ambon, Maluku Channel.com Presiden, Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, pemerintah segera mengeluarkan kebijakan ekonomi yang berkeadilan pada tiga sektor penting diantaranya reformasi agraria dan redistribusi aset, bidang keuangan dan aset permodalan serta peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
"Kebijakan prioritas ini menjadi salah satu kebijakan pemerintah untuk mewujudkan pemerataan ekonomi pada 2017. Paling pertama adalah masalah reformasi pertanahan mengingat masih banyak tanah yang dipegang hanya oleh satu orang," kata Presiden Jokowi, saat membuka Sidang Tanwir Muhammadiyah di Ambon, Jumat (24/2/2017).
Menurut Presiden, saat ini 55,5 persen aset negara dikuasai pihak-pihak tertentu, sedangkan banyak rakyat tidak memiliki tanah atau tanah yang ditempati belum berstatus hukum.
"Ada satu orang yang pegang 300 ribu hektar, ada yang 700 ribu hektar, bahkan ada yang tiga juta hektar. sedangkan petani ada yang tidak memiliki lahan dan hanya buruh tani. Yang memiliki juga pun rata-rata seperempat hektar. Ini data yang kita punyai," tegas Presiden.
Menurutnya, masalah ini harus diselesaikan sehingga rasio kesenjangan dapat diturunkan. Dari 106 juta bidang tanah yang dimiliki pemerintah, ternyata baru 46 juta hektar yang bersertifikat dan separuh lebih lainnya belum.
"Artinya rakyat menduduki sebuah lahan tetapi status hukumnya tidak ada. Saya sudah memerintahkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Sofyan Djalil agar setiap tahun menyelesaikan sertifikat tanah dari 500 ribu/ tahun menjadi lima juta sertifikat pada 2017, tujuh juta pada 2018 dan sembilan juta sertifikat pada tahun berikutnya untuk diberikan kepada rakyat.
Menyangkut jumlah juru ukur yang kurang, menurut Presiden hal itu bukan urusannya dan telah memerintahkan kepala BPN menggunakan berbagai jurus untuk memenuhinya.
"Sekarang sedang direkrut juru ukur swasta, silahkan saja tidak apa-apa. Saya tadi mendapat laporan dari pak Sofyan jumlah juru ukur sudah bertambah masing-masing 900 orang dalam dua tahun terakhir dari sebelumnya yang hanya 1.000 orang," ujarnya.
Juru ukur tanah di tanah air, lanjutnya, ditambah hingga mencapai 9.000 hingga 10.000 orang agar bisa menyelesaikan lima juta, tujuh juta maupun sembilan juta sertifikat dalam setahun," katanya.
Presiden menandaskan, dengan program tersebut rakyat menjadi owner (pemilik), dan rakyat memiliki sesuatu yang berharga yakni sebidang tanah karena tanah adalah permulaan dari segalanya.
"Saat ini di kantong saya sudah ada 12,7 juta hektar tanah. Ini dari tanah tidak produktif dan diambil alih oleh pemerintah. Tanah ini akan dibagi-bagi skema-skema khusus. Entah untuk rakyat, koperasi maupun untuk Muhammadiyah, dengan catatan lahan ini harus produktif dan tidak bisa dijual lagi," katanya.
Kepala Negara menegaskan, percuma jutaan hektar tanah tersebut dibagi, jika akhirnya dijual kembali dan dibeli oleh orang yang sebelumnya telah menguasainya.
"Kuncinya tanah ini tidak boleh dijual karena akan percuma. Saya sering bertemu dengan rakyat dan bertanya apakah mereka memiliki tanah, rumah maupun warung, dan ternyata sudah ditempati puluhan tahun tetapi tidak punya status hukum," kata Jokowi.
Presiden meminta semua pihak tidak berpendapat keliru karena redistribusi lahan yang dilakukan bukan mengambil hak orang kaya dan kemudian diberikan kepada masyarakat yang tidak memiliki lahan.
"Jadi lahan-lahan ini sudah diberikan, tetapi tidak digunakan, sehingga diambil alih oleh negara dan dijadikan barang yang memiliki status legal. Jika dijual kita akan ambil kembali" katanya.
Dia menambahkan, hampir semua negara kaya memulai perjalanannya hingga menjadi negara maju dari reformasi agraria sebagai masalah mendasar, sehingga rakyat memiliki hak yang jelas atas tanah yang ditinggali. (MC)
"Kebijakan prioritas ini menjadi salah satu kebijakan pemerintah untuk mewujudkan pemerataan ekonomi pada 2017. Paling pertama adalah masalah reformasi pertanahan mengingat masih banyak tanah yang dipegang hanya oleh satu orang," kata Presiden Jokowi, saat membuka Sidang Tanwir Muhammadiyah di Ambon, Jumat (24/2/2017).
Menurut Presiden, saat ini 55,5 persen aset negara dikuasai pihak-pihak tertentu, sedangkan banyak rakyat tidak memiliki tanah atau tanah yang ditempati belum berstatus hukum.
"Ada satu orang yang pegang 300 ribu hektar, ada yang 700 ribu hektar, bahkan ada yang tiga juta hektar. sedangkan petani ada yang tidak memiliki lahan dan hanya buruh tani. Yang memiliki juga pun rata-rata seperempat hektar. Ini data yang kita punyai," tegas Presiden.
Menurutnya, masalah ini harus diselesaikan sehingga rasio kesenjangan dapat diturunkan. Dari 106 juta bidang tanah yang dimiliki pemerintah, ternyata baru 46 juta hektar yang bersertifikat dan separuh lebih lainnya belum.
"Artinya rakyat menduduki sebuah lahan tetapi status hukumnya tidak ada. Saya sudah memerintahkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Sofyan Djalil agar setiap tahun menyelesaikan sertifikat tanah dari 500 ribu/ tahun menjadi lima juta sertifikat pada 2017, tujuh juta pada 2018 dan sembilan juta sertifikat pada tahun berikutnya untuk diberikan kepada rakyat.
Menyangkut jumlah juru ukur yang kurang, menurut Presiden hal itu bukan urusannya dan telah memerintahkan kepala BPN menggunakan berbagai jurus untuk memenuhinya.
"Sekarang sedang direkrut juru ukur swasta, silahkan saja tidak apa-apa. Saya tadi mendapat laporan dari pak Sofyan jumlah juru ukur sudah bertambah masing-masing 900 orang dalam dua tahun terakhir dari sebelumnya yang hanya 1.000 orang," ujarnya.
Juru ukur tanah di tanah air, lanjutnya, ditambah hingga mencapai 9.000 hingga 10.000 orang agar bisa menyelesaikan lima juta, tujuh juta maupun sembilan juta sertifikat dalam setahun," katanya.
Presiden menandaskan, dengan program tersebut rakyat menjadi owner (pemilik), dan rakyat memiliki sesuatu yang berharga yakni sebidang tanah karena tanah adalah permulaan dari segalanya.
"Saat ini di kantong saya sudah ada 12,7 juta hektar tanah. Ini dari tanah tidak produktif dan diambil alih oleh pemerintah. Tanah ini akan dibagi-bagi skema-skema khusus. Entah untuk rakyat, koperasi maupun untuk Muhammadiyah, dengan catatan lahan ini harus produktif dan tidak bisa dijual lagi," katanya.
Kepala Negara menegaskan, percuma jutaan hektar tanah tersebut dibagi, jika akhirnya dijual kembali dan dibeli oleh orang yang sebelumnya telah menguasainya.
"Kuncinya tanah ini tidak boleh dijual karena akan percuma. Saya sering bertemu dengan rakyat dan bertanya apakah mereka memiliki tanah, rumah maupun warung, dan ternyata sudah ditempati puluhan tahun tetapi tidak punya status hukum," kata Jokowi.
Presiden meminta semua pihak tidak berpendapat keliru karena redistribusi lahan yang dilakukan bukan mengambil hak orang kaya dan kemudian diberikan kepada masyarakat yang tidak memiliki lahan.
"Jadi lahan-lahan ini sudah diberikan, tetapi tidak digunakan, sehingga diambil alih oleh negara dan dijadikan barang yang memiliki status legal. Jika dijual kita akan ambil kembali" katanya.
Dia menambahkan, hampir semua negara kaya memulai perjalanannya hingga menjadi negara maju dari reformasi agraria sebagai masalah mendasar, sehingga rakyat memiliki hak yang jelas atas tanah yang ditinggali. (MC)