Loading...

Tidak Ada Data Persulit Tangani Perkara Tanah Tulehu-Hitu

Ambon, Maluku Channel.com Anggota Komisi A DPRD Maluku Luthfi menyatakan penanganan perkara tanah orang Tulehu dan Hitu rata-rata kesulitan karena tidak adanya data penunjang.

Secara de facto dan de jure, mayoritas negeri-negeri yang penduduknya beragama Islam di Pulau Ambon dan Lease menentang sistem pendataan tanah yang dilakukan Belanda pada tahun 1800-an.

"Untuk Pulau Ambon, satu-satunya negeri yang penduduknya beragama Islam melakukan pendaftaran tanah adalah Batu merah sedangkan di Pulau Saparua hanya Negeri Sirisori Islam," katanya di Ambon, Sabtu (3/12/2016).

Penjelasan tersebut juga telah disampaikan saat berlangsung pertemuan Komisi A DPRD bersama Badan Pertanahan Nasional provinsi dan Karo Hukum Setda Maluku dengan 19 warga Negeri Tulehu, Kecamatan Salahutu (Pulau Ambon) Kabupaten Maluku Tengah.

Pertemuan yang dimediasi komisi ini mencari solusi penyelesaian lahan Pembangkit Listrtik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) yang dikomplain milik 18 warga Tulehu dan keluarga Pattirane serta Sutela dari Negeri Suli.

Menurut Luthfi, mantan Ketua Pengadilan Tinggi Maluku Siwar Efendy pernah menulis buku soal hukum adat Ambon-Lease dan menjadi salah satu literatur di Fakultas Hukum Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon.

"Di sana mengurai tentang pusaka usaha dan pusaka dati, jadi di Pulau Ambon ini yang benar sesungguhnya punya register dati terdaftar hanya Negeri Batumerah," ujarnya.

Sedangkan negeri yang penduduknya beragama Islam menentang pendataan tanah yang dilakukan Belanda pada tahun 1800-an yang dikenal dengan istilah dati.

Untuk Lease, yang terdaftar hanya Sirisori Islam sedangkan Negeri Iha tidak melakukan pendaftaran, sama dengan negeri-negeri lainnya termasuk Tulehu sehingga pihak BPN juga harus memahami persoalan ini.

Jadi kalau ada surat dati di Tulehu itu diragukan dan memang tidak pernah ada.

"Publik musti tahu ini dan jaksa, BPN, atau hakim di pengadilan harus mengetahui masalah seperti ini karena merupakan hukum yang tidak tertulis," katanya.

Mulai dari Morela sampai Larike tidak punya register dati karena secara defacto dan de yure, seluruh penduduk Islam Pulau Ambon dan Lease menentang dan tidak mau mendaftar.

Sehingga terjadi pendaftaran tanah saat itu sebanyak dua kali, yang pertama 1814 dan 1926, dimana pendaftaran kedua baru mulai ditentukan batas-batas wilayah tanah seseorang atau negeri.
Malteng 5487120402766780267

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

IKLAN

ORGANISASI PROFESI

TRENDING TOPIC